Label

Senin, 04 Februari 2013

Tulang Rusuk Ku Yang Hilang


Cerita ini saya posting untuk seorang teman yang sedang duduk termenung disana menyesali diri. Kehidupan cinta yang penuh dengan pertengkaran membuat teman saya ini merasa salah memilih calon pendamping hidupnya yaitu sang pacar yang sudah 4 tahun menemani hari-harinya.

Cerita ini untuk kita semua yang sering kali membuat sedih hati orang yang kita sayang…..
Semoga kisah ini membuat perubahan akan perasaan pada sang kekasih….

------------------------------------------

Sebuah senja yang sempurna, sepotong donat, dan lagu cinta yang lembut. Adakah yang lebih indah dari itu, bagi sepasang manusia yang memadu kasih? Raka dan Dara duduk di punggung senja itu, berpotong percakapan lewat, beratus tawa timpas, lalu Dara pun memulai meminta kepastian. ya, tentang cinta.

Dara : Siapa yang paling kamu cintai di dunia ini?
Raka : Kamu dong.
Dara : Menurut kamu, aku ini siapa?

Raka : (Berpikir sejenak, lalu menatap Dara dengan pasti) Kamu tulang rusukku! Ada tertulis, Tuhan melihat bahwa Adam kesepian. Saat Adam tidur, Tuhan mengambil rusuk dari Adam dan menciptakan Hawa. Semua pria mencari tulang rusuknya yang hilang dan saat menemukan wanita untuknya, tidak lagi merasakan sakit di hati.”



Setelah menikah, Dara dan Raka mengalami masa yang indah dan manis untuk sesaat. Setelah itu, pasangan muda ini mulai tenggelam dalam kesibukan masing-masing dan kepenatan hidup yang kain mendera. Hidup mereka menjadi membosankan. Kenyataan hidup yang kejam membuat mereka mulai menyisihkan impian dan cinta satu sama lain.

Mereka mulai bertengkar dan pertengkaran itu mulai menjadi semakin panas.

Pada suatu hari, pada akhir sebuah pertengkaran, Dara lari keluar rumah. Saat tiba di seberang jalan, dia berteriak, “Kamu nggak cinta lagi sama aku!”

Raka sangat membenci ketidakdewasaan Dara dan secara spontan balik berteriak, “Aku menyesal kita menikah! Kamu ternyata bukan tulang rusukku!”

Tiba-tiba Dara menjadi terdiam , berdiri terpaku untuk beberapa saat. Matanya basah. Ia menatap Raka, seakan tak percaya pada apa yang telah dia dengar. Raka menyesal akan apa yang sudah dia ucapkan. 

Tetapi seperti air yang telah tertumpah, ucapan itu tidak mungkin untuk diambil kembali. Dengan berlinang air mata, Dara kembali ke rumah dan mengambil barang-barangnya, bertekad untuk berpisah. “Kalau aku bukan tulang rusukmu, biarkan aku pergi. Biarkan kita berpisah dan mencari pasangan sejati masing-masing. ” 

Lima tahun berlalu…..

Raka tidak menikah lagi, tetapi berusaha mencari tahu akan kehidupan Dara. Dara pernah ke luar negeri, menikah dengan orang asing, bercerai, dan kini kembali ke kota semula. Dan Raka yang tahu semua informasi tentang Dara, merasa kecewa, karena dia tak pernah diberi kesempatan untuk kembali, Dara tak menunggunya.

Dan di tengah malam yang sunyi, saat Raka meminum kopinya, ia merasakan ada yang sakit di dadanya. Tapi dia tidak sanggup mengakui bahwa dia merindukan Dara. Suatu hari, mereka akhirnya kembali bertemu. Di airport, di tempat ketika banyak terjadi pertemuan dan perpisahan, mereka dipisahkan hanya oleh sebuah dinding pembatas, mata mereka tak saling mau lepas.

Raka : Apa kabar?
Dara : Baik… ngg.., apakah kamu sudah menemukan rusukmu yang hilang?
Raka : Belum.
Dara : Aku terbang ke New York dengan penerbangan berikut.
Raka : Aku akan kembali 2 minggu lagi. Telpon aku kalau kamu sempat. Kamu tahu nomor telepon kita, belum ada yang berubah. Tidak akan adayang berubah.
Dara tersenyum manis, lalu berlalu. “Good bye….”

Seminggu kemudian, Raka mendengar bahwa Dara mengalami kecelakaan, mati. Malam itu, sekali lagi, Raka meneguk kopinya dan kembali merasakan sakit di dadanya. Akhirnya dia sadar bahwa sakit itu adalah karena Dara, tulang rusuknya sendiri, yang telah dengan bodohnya dia patahkan.

------------------------------------------

Kita melampiaskan 99% kemarahan justru kepada orang yang paling kita cintai. Dan akibatnya seringkali adalah fatal.

Sering kali seseorang menghindari ini terjadi  jalan pintasnya adalah memendamnya. Sesekali dia dipaksa bercerita tentang sebuah jawaban dari pertanyaan - kamu kenapa? - apa yang terjadi? tapi dia tidak menjawab pertanyaan itu karena dia takut emosinya meluap-luap, dia takut tidak dapat mengatur kosa kata yang tepat, dia takut jika dia bercerita saat itu,  saat hatinya belum tenang, saat ketika emosinya diubun ubun, dia takut salah katanya bisa membuat orang itu terluka.

Membuang jauh muka dan mengunci pintu di kamar, hanya tersalurkan oleh tetes titik air mata dan isak sesak dalam benak.

Lalu lambat laun mereka sama merasakan 'tidak enak' sering juga kata 'tidak enak 'ini diibaratkan sebagai 'sungkan' mereka jarang terbuka satu sama lain  terbesit rasa asing.. seperti .. seakan akan... tulang rusuk itu kian menjelma sebagai 'orang lain' yang makin menjarak...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar