Label

Senin, 04 Februari 2013

Mamaku Idiot ( Down Syndrome ) Part II


Sudah sebulan aku bekerja. Penghasilanku cukup lumayan, bahkan sangat cukup untuk kebutuhan kami berdua. Di sana  aku berkenalan dengan Alvian, seorang pria paruh baya, berprofesi sebagai pencari bakat. Suatu ketika, dia menawarkan padaku pekerjaan yang lebih besar, menjadi seorang artis. Aku sampai tertawa dibuatnya. Yang jelas aku tak percaya dengan tawarannya yang terkesan terlalu muluk untukku. Tapi dia bersikeras mengatakan kalau dia serius, ingin mengorbitkan aku karena wajahku yang cantik dan suaraku yang sangat unik. Akhirnya aku pun mengiyakannya.

***

Di tengah perjalananku menjadi seorang artis, aku bertemu dengan Yoga, seorang model yang pernah menjadi pasanganku saat pemotretan untuk sampul sebuah majalah. Yoga adalah seorang pria yang sempurna di mataku. Tubuhnya tinggi atletis, wajahnya cukup tampan, dan dia sangat perhatian. Betapa bahagianya aku saat dia memintaku untuk jadi kekasihnya. Sungguh tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Hingga pada suatu saat…

Tiba-tiba Yoga ada di depan pintu rumahku. Jelas itu membuatku panik. Lalu aku pun bergegas memasukkan Mama ke kamar dan menguncinya sebelum aku membuka pintu rumahku untuk Yoga. Mungkin kalian akan bilang aku jahat, tapi aku mempunyai setumpuk pengalaman buruk yang memaksaku melakukannya. Aku benar-benar tak mau Yoga tahu keadaan mamaku, yang jelas aku tak mau kehilangannya karena itu!



Namun apa yang terjadi? Ketika kami tengah asyik bercengkerama, terdengar suara Mama menangis meraung-raung sambil menggedor-gedor pintu kamar. Dia berteriak ingin ke kamar mandi, berteriak dengan suara parau yang tak jelas. Mungkin karena aku sudah terbiasa mendengar, jadi hanya aku yang tahu. Yoga menatapku bingung lalu bertanya,
“Siapa itu, Mei?”

Aku tak tahu harus berkata apa pada Yoga. Aku hanya kesal karena biasanya Mama sangat betah berada di kamar, setidaknya untuk dua atau tiga jam ke depan. Hhh, sial! Akhirnya aku pun terpaksa mengeluarkan mamaku dari kamar. Saat itu juga Yoga menatapku dengan wajah marah.

“Aku nggak nyangka kamu bisa berbuat setega itu pada seseorang yang sangat lemah! Kamu nggak punya hati, Mei!”“Apa menurutmu kamu bisa menerima aku, kalo kamu tahu, aku adalah anak orang cacat!!!” teriakku tak mau kalah. Yoga hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya,“Kamu sudah gila, Mei! Apalagi dia itu mama kamu!” katanya lalu meninggalkan aku.

Uuuuh!!!

“Ini sudah cukup!!!”
Tanpa sadar akupun mendorong tubuh mamaku hingga tersungkur ke lantai. Hatiku dikuasai oleh amarah, dan yang jelas aku kecewa, karena Mama aku jadi kehilangan Yoga.

Akhirnya aku pun menitipkan Mama di sebuah panti. Meskipun Mama hanya diam, aku tahu sebenarnya dia sedih, terlihat dari sorot matanya saat aku meninggalkannya. Kasihan? Sama sekali tidak, karena ini harus aku lakukan. Aku tak mau kehidupanku hancur karena Mama! Aahhh, biar semua orang menganggap aku anak durhaka, aku tak peduli, toh aku melakukan semua ini juga untuk Mama, biar mama bisa hidup enak dan senang. Aku mencari pembenaran untuk diriku sendiri. Terserah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar